Catatan Khalisuddin*
TAHUN 2012 adalah tahun kebangkitan Kopi Arabika Gayo. Pernyataan ini dicuatkan oleh tim peneliti tentang Kopi dan Kehidupan Sosial Budaya Masyarakat Gayo yang difasilitasi Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) Banda Aceh.
Dari data penelitian dan amatan selama beberapa waktu belakangan ini dapat disimpulkan bahwa tahun 2012 adalah tahun kebangkitan Kopi Arabika Gayo. Demikian kami nyatakan bersama-sama didepan puluhan peserta seminar yang digelar 24 Nopember 2012 lalu di hotel Oasis Banda Aceh.
Kebangkitan tersebut diawali dengan berhasilnya diperoleh Identifikasi Geografis (IG) kopi Gayo yang digawangi Masyarakat Petani Kopi Gayo (MPKG) dan Forum Kopi Aceh didukung APED-UNDP, 28 April 2010 silam. Ini merupakan kekuatan dan kekayaan yang diakui secara sah
Lalu perhatian terhadap kopi dengan segala sisinya dari hulu hingga hilir mulai bermunculan. Di tahun 2012, tidak berlebihan disimpulkan merupakan puncaknya. Nyaris semua kalangan, masyarakat, elemen sipil dan pemerintahan di Gayo (Kabupaten Aceh Tengah dan Bener Meriah) menaruh perhatian terhadap kopi.
Tahun 2012 sebagai Tahun Kebangkitan Kopi Arabika Gayo. Dasarnya, banyak hal yang terjadi terkait perkembangan kopi Arabika Gayo yang puncaknya terjadi di tahun 2012.
Kualitas bibit, teknis pemeliharaan, panen, pengolahan pasca panen dan bagaimana memasarkan kopi mendapat perhatian lebih dari pelaku kopi dari hulu hingga hilir, termasuk pemerintah.
Penjelasan Armiyadi, seorang Q-Grader (penguji kualitas) Kopi Gayo sekaligus pemilik Asa Kopi Cafe yang berlokasi di Simpang Wariji Takengon, tahun 2012 adalah tahun kebangkitan kopi Gayo memiliki sejumlah latar belakang.
Pertama, pihak asing melalui Non Government Organization (NGO) seperti IOM yang terlibat langsung untuk aktif dan berpartisipasi terhadap dunia perkopian seperti IOM yang memberi sumbangan terhadap perkopian Gayo baik dari segi pendidikan sarana dan informasi lain yang bertujuan untuk membangkitkan perkopian Gayo. Lalu Mercy Corp yang memberi sumbangan pendidikan keuangan kepada kelompok tani sehingga petani mampu memanfaatkan uang ketika panen kopi dan bisa tidak berhutang ketika masa paceklik. Save Children, beroperasi di Bener Meriah membina kelompok melalui pembinaan kelompok dan bantuan modal kepada kelompok tani.
Di Gayo mulai dikenal luas tentang pentingnya test cup dan 99 persen pembeli luar mewajibkan adanya test cup untuk mengukur kualitas citarasa kopi yang akan mereka beli. Jumlah pembeli yang datang langsung ke Tanah Gayo tidak kurang dari 2 kelompok perbulannya, yang melihat dan mencari pasar langsung kepada setiap koperasi bersertifikasi yang saat ini sudah 17 koperasi bersertifikasi Internasional. Perkembangan Koperasi yang bersertifikasi terus bertambah dan di tahun 2012 saja bertambah 4 koperasi yang sudah sah bersertifikasi Internasional dan siap memasarkan produk kopi Gayo.
Selanjutnya, terbentuk koperasi-koperasi bersertifikasi internasional membuahkan Asosiasi perkopian yang berperan dalam memberi masukan dan saran ke dunia internasional baik dari segi aturan dagang atau standar maupun posisisi tawar kopi dan even-even yang berskala internasional dan nasional yang bertujuan untuk mempopulerkan atau mempromosikan Kopi Gayo termasuk petani atau pelaku kopi yang saat ini bukan hal yang langka lagi melakukan meeting dan pameran di luar negeri seperti India, Amerika, Korea, Vietnam dan negara-negara lainnya.
Harga kopi dan hasil yang cukup baik 2011 dan 2012 memberi dampak yang sangat hebat terhadap pertumbuhan ekonomi di dataran tinggi Gayo. Salahsatu contoh efeknya adalah peningkatan daya beli petani terhadap kenderaan bermotor, roda dua misalnya. Sempat mengalami antrian disalahsatu dealer di Takengon.
Kondisi pasar kopi dunia yang mengedepan kualitas tinggi merangsang lahirnya penguji kualitas (Q-Grader) sebelum di ekspor dan di Gayo terbentuklah Gayo Cupper Team. Dan peminat untuk menguasai keahlian ini sangat banyak hingga ratusan orang dari banyak kalangan, khususnya kaum muda Gayo. Kini ada 14 orang yang kantongi sertifikat Q-Grader.
Di Tahun 2012 terjadi modernisasi minum kopi, bermunculan cafe dan usaha roasting. Tumbuhnya kopi shop atau kopi retail yang saat ini sudah berjamur dan berjumlah sedikitnya 12 kedai atau toko dengan merek Kopi Gayo meyakinkan kita bahwa kopi Gayo memang sedang tumbuh dan bermetamorfosis menuju Kopi Gayo yang lebih mantap.
Armiyadi mengklaim, perdagangan kopi Gayo yang awalnya berkiblat ke Medan Sumatera Utara dalam waktu 5 tahun terakhir sudah terbalik. Medan dipaksa terpaksa berkiblat ke Gayo. Buktinya, berbilang perusahaan kopi di kota Medan membuat perusahaan dan koperasi di Dataran Tinggi Gayo serta harga kopi yang berbeda harga Rp. 1000 hingga Rp. 2000 lebih tinggi di Gayo.
Tahun 2012 tahun kebangkitan kopi Arabika Gayo, juga ditandai dengan tumbuhnya Pasar Specialty contohnya King Gayo, Peaberry, Luwak, Long Bery dan Berry-berry yang lain saat ini sudah di eskpor dalam bentuk bubuk, biji roasting dan jumlahnya dalam kapasitas yang kecil tapi mengiurkan untuk keuntungan.
Mahasiswa KSDL Universitas Syiah Kuala Banda Aceh dan Sekretaris KBQ Baburrayyan ini menilai, kegiatan dan perkembangan ini seperti bola salju ketika bergelinding semakin lama semakin kencang dan semakin besar. Asa kita di akhir 2012 ini walaupun harga kopi anjlok dan produksi yang sedikit bukanlah sebuah malapetaka, tapi ini adalah sebuah tahapan untuk sukses yang harus dilalui, tentu dengan istilah Gayo “Hemat Jimet tengah ara, inget-inget sebelem kona”. Artinya ketika tahun sebelumnya kita diberikan rahmat yang begitu besar kalau tidak dapat manfaatkan tentu akan sia-sia. Dan berharap badai turunnya harga kopi dan hasil kopi saat ini berlalu di bulan Maret hingga Juni tahun 2013 karena merupakan panen harapan untuk Masyarakat Gayo.
Referensi tentang kopi Arabika Gayo dalam bentuk buku ilmiah juga bermunculan. Tidak hanya dari sisi budidayanya yang sudah ada 5 judul buku. Di tahun 2012 muncul penelitian tentang Kopi Gayo dari sisi budayanya dan akan segera terbit bukunya yang digawangi Jamhuri, Khalisuddin, Win Ruhdi Bathin, Ayuseara Gayonesia, Agung Suryo dan Nab Bhany AS dengan dukungan Kementrian Kebudayaan RI melalui Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) Banda Aceh.
Selanjutnya pernyataan Mustawalad, ketua Asosiasi Fair Trade Indonesia (AFTI) menegaskan di tahun 2012 muncul gairah baru yang luar biasa terkait kopi Arabika Gayo. Pemerintah di dua Kabupaten, Aceh Tengah dan Bener Meriah sudah lebih fokus memberikan perhatian, terkhusus di Bener Meriah. Tawaran-tawaran kerjasama dengan pihak luar negeri didominasi kopi. “Tahun 2012 adalah Tahun Kebangkitan Kopi Arabika Gayo. Making Gayo Coffee more than Specialty Coffee,” seru Mustawalad.
Kata sepakat dan penuh semangat juga dilontarkan Ketua Masyarakat Perlindungan Kopi Gayo (MPKG) Mustafa Ali. “Kita bangkit tahun 2012 ini. Kopi Gayo on the way tahun 2015 mendatang. Kopi Gayo menjadi kebutuhan dunia. Hulu dan hilirnya sudah bagus dan harus lebih bagus lagi kedepannya,” ujar Mustafa Ali.
Para penulis berita di Gayo seperti kehilangan ID Card jika tak kerap menulis tentang kopi. Sebagaimana fungsinya, pembaca berita semakin teredukasi seiring makin banyaknya berita tentang kopi Gayo dari segala sisinya. Sisi ekonomi, budidaya dan budayanya. “Menulis tentang kopi Gayo adalah panggilan jiwa saya selaku putra Gayo yang hidup dan besar dengan kopi dan menggantungkan hidup sebagai wartawan,” kata Irwandi dari salah satu media cetak ternama di kota Medan Sumatera Utara.
Bicara kebangkitan Kopi Arabika Gayo tak bisa dilepaskan dengan peran para kuli tinta Win Ruhdi Bathin, Jalimin, Wen Rahman, Khairul Akhyar, Irwandi, Julihan Darussalam, Mahyadi, Jurnalisa, Bahtiar, Darmawan Masri, Zulkarnain, Ria Devitariska, dan lain-lain.
Tentang kopi Gayo dalam kaitannya dengan lingkungan yang belakangan dikenal dengan Kopi Konservasi. Seorang penulis Tanoh Gayo berhasil raih juara pertama se-Aceh dalam lomba menulis tentang lingkungan bertemakan “Sejahtera tanpa merusak” yang digelar oleh Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Aceh. Muhammad Syukri dengan judul “Kopi Konservasi, Mengais Rejeki Dari Bumi Lestari” yang diposting di media online Lintas Gayo menyisihkan sederetan penulis handal di Aceh.
Generasi muda alumni Duta Wisata Aceh Tengah atau Abang Aka Gayo tak mau ketinggalan. Dataran tinggi Gayo sebagai penghasil kopi juga mesti unjuk diri. Untuk pertama kali mereka menggagas ajang Pemilihan Putri Kopi Gayo dengan menseleksi putri-putri Tanoh Gayo yang memiliki inteligensia di bidang perkopian. Apresiasi layak diberikan untuk Abang Aka Takengon, walau putri Kopi Gayo masih gagal dinobatkan sebagai Putri Kopi di level provinsi Aceh.
Dibidang sinematografi, dalam tahun 2012 juga muncul gagasan pembuatan film besar layar lebar. Film dengan sutradara Andhy Pulung yang karyanya seperti King (2009), Obama Anak Menteng (2010), Tanah Air Beta (2010) dan sederetan karya lainnya ini mengambil ide cerita keluarga petani Kopi Arabika Gayo. Dia bersama rekannya Jeremias Nyangoen (penulis skrip) dan kameramen Samuel Uneputty telah melakukan observasi di Gayo.
“Cerita tentang kopi dan kehidupan masyarakat Gayo itu film besar, terlebih digarap oleh anak-anak muda Indonesia kreatif,” ujar sang penyair Ibrahim Kadir menanggapi rencana produksi film tersebut seperti diberitakan Lintas Gayo.
Tahun 2012 adalah Tahun Kebangkitan Kopi juga dicetuskan secara tidak langsung oleh para penyair dan seniman Gayo. Fikar W Eda dan Salman Yoga S beberapa bulan ini telah mengumpulkan puisi-puisi tentang Kopi dan segera akan menerbitkan buku Antologi Puisi “Secangkir Kopi” terbitan oleh The Gayo Institute (TGI).
Ervan Ceh Kul, sang musisi muda Gayo ternama dengan album Muniru juga mengaku mendidih darahnya jika bicara kopi Gayo. Dia telah menggarap sejumlah lagu bertema khusus “Kopi”.
Tahun 2012 adalah Tahun Kebangkitan Kopi Arabika Gayo, data primer dan sekunder tentang Kopi Gayo semakin terungkap, teknologi semakin maju, informasi semakin terbuka. Sematkan kata Gayo jika bicara kopi di ujung paling barat pulau ini. Kopi Gayo ya Kopi Gayo dengan 300 citarasanya. Nikmati citarasa kopi sebenarnya, bukan yang grade lapis kedua dan seterusnya. Cita rasa kopi dunia ada di Gayo.
—
*Penikmat Kopi Espresso Arabika Gayo, tinggal di Takengon
Sudah pernah dimuat di http://www.lintasgayo.com/
TAHUN 2012 adalah tahun kebangkitan Kopi Arabika Gayo. Pernyataan ini dicuatkan oleh tim peneliti tentang Kopi dan Kehidupan Sosial Budaya Masyarakat Gayo yang difasilitasi Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) Banda Aceh.
Dari data penelitian dan amatan selama beberapa waktu belakangan ini dapat disimpulkan bahwa tahun 2012 adalah tahun kebangkitan Kopi Arabika Gayo. Demikian kami nyatakan bersama-sama didepan puluhan peserta seminar yang digelar 24 Nopember 2012 lalu di hotel Oasis Banda Aceh.
Kebangkitan tersebut diawali dengan berhasilnya diperoleh Identifikasi Geografis (IG) kopi Gayo yang digawangi Masyarakat Petani Kopi Gayo (MPKG) dan Forum Kopi Aceh didukung APED-UNDP, 28 April 2010 silam. Ini merupakan kekuatan dan kekayaan yang diakui secara sah
Lalu perhatian terhadap kopi dengan segala sisinya dari hulu hingga hilir mulai bermunculan. Di tahun 2012, tidak berlebihan disimpulkan merupakan puncaknya. Nyaris semua kalangan, masyarakat, elemen sipil dan pemerintahan di Gayo (Kabupaten Aceh Tengah dan Bener Meriah) menaruh perhatian terhadap kopi.
Tahun 2012 sebagai Tahun Kebangkitan Kopi Arabika Gayo. Dasarnya, banyak hal yang terjadi terkait perkembangan kopi Arabika Gayo yang puncaknya terjadi di tahun 2012.
Kualitas bibit, teknis pemeliharaan, panen, pengolahan pasca panen dan bagaimana memasarkan kopi mendapat perhatian lebih dari pelaku kopi dari hulu hingga hilir, termasuk pemerintah.
Penjelasan Armiyadi, seorang Q-Grader (penguji kualitas) Kopi Gayo sekaligus pemilik Asa Kopi Cafe yang berlokasi di Simpang Wariji Takengon, tahun 2012 adalah tahun kebangkitan kopi Gayo memiliki sejumlah latar belakang.
Pertama, pihak asing melalui Non Government Organization (NGO) seperti IOM yang terlibat langsung untuk aktif dan berpartisipasi terhadap dunia perkopian seperti IOM yang memberi sumbangan terhadap perkopian Gayo baik dari segi pendidikan sarana dan informasi lain yang bertujuan untuk membangkitkan perkopian Gayo. Lalu Mercy Corp yang memberi sumbangan pendidikan keuangan kepada kelompok tani sehingga petani mampu memanfaatkan uang ketika panen kopi dan bisa tidak berhutang ketika masa paceklik. Save Children, beroperasi di Bener Meriah membina kelompok melalui pembinaan kelompok dan bantuan modal kepada kelompok tani.
Di Gayo mulai dikenal luas tentang pentingnya test cup dan 99 persen pembeli luar mewajibkan adanya test cup untuk mengukur kualitas citarasa kopi yang akan mereka beli. Jumlah pembeli yang datang langsung ke Tanah Gayo tidak kurang dari 2 kelompok perbulannya, yang melihat dan mencari pasar langsung kepada setiap koperasi bersertifikasi yang saat ini sudah 17 koperasi bersertifikasi Internasional. Perkembangan Koperasi yang bersertifikasi terus bertambah dan di tahun 2012 saja bertambah 4 koperasi yang sudah sah bersertifikasi Internasional dan siap memasarkan produk kopi Gayo.
Selanjutnya, terbentuk koperasi-koperasi bersertifikasi internasional membuahkan Asosiasi perkopian yang berperan dalam memberi masukan dan saran ke dunia internasional baik dari segi aturan dagang atau standar maupun posisisi tawar kopi dan even-even yang berskala internasional dan nasional yang bertujuan untuk mempopulerkan atau mempromosikan Kopi Gayo termasuk petani atau pelaku kopi yang saat ini bukan hal yang langka lagi melakukan meeting dan pameran di luar negeri seperti India, Amerika, Korea, Vietnam dan negara-negara lainnya.
Harga kopi dan hasil yang cukup baik 2011 dan 2012 memberi dampak yang sangat hebat terhadap pertumbuhan ekonomi di dataran tinggi Gayo. Salahsatu contoh efeknya adalah peningkatan daya beli petani terhadap kenderaan bermotor, roda dua misalnya. Sempat mengalami antrian disalahsatu dealer di Takengon.
Kondisi pasar kopi dunia yang mengedepan kualitas tinggi merangsang lahirnya penguji kualitas (Q-Grader) sebelum di ekspor dan di Gayo terbentuklah Gayo Cupper Team. Dan peminat untuk menguasai keahlian ini sangat banyak hingga ratusan orang dari banyak kalangan, khususnya kaum muda Gayo. Kini ada 14 orang yang kantongi sertifikat Q-Grader.
Di Tahun 2012 terjadi modernisasi minum kopi, bermunculan cafe dan usaha roasting. Tumbuhnya kopi shop atau kopi retail yang saat ini sudah berjamur dan berjumlah sedikitnya 12 kedai atau toko dengan merek Kopi Gayo meyakinkan kita bahwa kopi Gayo memang sedang tumbuh dan bermetamorfosis menuju Kopi Gayo yang lebih mantap.
Armiyadi mengklaim, perdagangan kopi Gayo yang awalnya berkiblat ke Medan Sumatera Utara dalam waktu 5 tahun terakhir sudah terbalik. Medan dipaksa terpaksa berkiblat ke Gayo. Buktinya, berbilang perusahaan kopi di kota Medan membuat perusahaan dan koperasi di Dataran Tinggi Gayo serta harga kopi yang berbeda harga Rp. 1000 hingga Rp. 2000 lebih tinggi di Gayo.
Tahun 2012 tahun kebangkitan kopi Arabika Gayo, juga ditandai dengan tumbuhnya Pasar Specialty contohnya King Gayo, Peaberry, Luwak, Long Bery dan Berry-berry yang lain saat ini sudah di eskpor dalam bentuk bubuk, biji roasting dan jumlahnya dalam kapasitas yang kecil tapi mengiurkan untuk keuntungan.
Mahasiswa KSDL Universitas Syiah Kuala Banda Aceh dan Sekretaris KBQ Baburrayyan ini menilai, kegiatan dan perkembangan ini seperti bola salju ketika bergelinding semakin lama semakin kencang dan semakin besar. Asa kita di akhir 2012 ini walaupun harga kopi anjlok dan produksi yang sedikit bukanlah sebuah malapetaka, tapi ini adalah sebuah tahapan untuk sukses yang harus dilalui, tentu dengan istilah Gayo “Hemat Jimet tengah ara, inget-inget sebelem kona”. Artinya ketika tahun sebelumnya kita diberikan rahmat yang begitu besar kalau tidak dapat manfaatkan tentu akan sia-sia. Dan berharap badai turunnya harga kopi dan hasil kopi saat ini berlalu di bulan Maret hingga Juni tahun 2013 karena merupakan panen harapan untuk Masyarakat Gayo.
Referensi tentang kopi Arabika Gayo dalam bentuk buku ilmiah juga bermunculan. Tidak hanya dari sisi budidayanya yang sudah ada 5 judul buku. Di tahun 2012 muncul penelitian tentang Kopi Gayo dari sisi budayanya dan akan segera terbit bukunya yang digawangi Jamhuri, Khalisuddin, Win Ruhdi Bathin, Ayuseara Gayonesia, Agung Suryo dan Nab Bhany AS dengan dukungan Kementrian Kebudayaan RI melalui Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) Banda Aceh.
Selanjutnya pernyataan Mustawalad, ketua Asosiasi Fair Trade Indonesia (AFTI) menegaskan di tahun 2012 muncul gairah baru yang luar biasa terkait kopi Arabika Gayo. Pemerintah di dua Kabupaten, Aceh Tengah dan Bener Meriah sudah lebih fokus memberikan perhatian, terkhusus di Bener Meriah. Tawaran-tawaran kerjasama dengan pihak luar negeri didominasi kopi. “Tahun 2012 adalah Tahun Kebangkitan Kopi Arabika Gayo. Making Gayo Coffee more than Specialty Coffee,” seru Mustawalad.
Kata sepakat dan penuh semangat juga dilontarkan Ketua Masyarakat Perlindungan Kopi Gayo (MPKG) Mustafa Ali. “Kita bangkit tahun 2012 ini. Kopi Gayo on the way tahun 2015 mendatang. Kopi Gayo menjadi kebutuhan dunia. Hulu dan hilirnya sudah bagus dan harus lebih bagus lagi kedepannya,” ujar Mustafa Ali.
Para penulis berita di Gayo seperti kehilangan ID Card jika tak kerap menulis tentang kopi. Sebagaimana fungsinya, pembaca berita semakin teredukasi seiring makin banyaknya berita tentang kopi Gayo dari segala sisinya. Sisi ekonomi, budidaya dan budayanya. “Menulis tentang kopi Gayo adalah panggilan jiwa saya selaku putra Gayo yang hidup dan besar dengan kopi dan menggantungkan hidup sebagai wartawan,” kata Irwandi dari salah satu media cetak ternama di kota Medan Sumatera Utara.
Bicara kebangkitan Kopi Arabika Gayo tak bisa dilepaskan dengan peran para kuli tinta Win Ruhdi Bathin, Jalimin, Wen Rahman, Khairul Akhyar, Irwandi, Julihan Darussalam, Mahyadi, Jurnalisa, Bahtiar, Darmawan Masri, Zulkarnain, Ria Devitariska, dan lain-lain.
Tentang kopi Gayo dalam kaitannya dengan lingkungan yang belakangan dikenal dengan Kopi Konservasi. Seorang penulis Tanoh Gayo berhasil raih juara pertama se-Aceh dalam lomba menulis tentang lingkungan bertemakan “Sejahtera tanpa merusak” yang digelar oleh Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Aceh. Muhammad Syukri dengan judul “Kopi Konservasi, Mengais Rejeki Dari Bumi Lestari” yang diposting di media online Lintas Gayo menyisihkan sederetan penulis handal di Aceh.
Generasi muda alumni Duta Wisata Aceh Tengah atau Abang Aka Gayo tak mau ketinggalan. Dataran tinggi Gayo sebagai penghasil kopi juga mesti unjuk diri. Untuk pertama kali mereka menggagas ajang Pemilihan Putri Kopi Gayo dengan menseleksi putri-putri Tanoh Gayo yang memiliki inteligensia di bidang perkopian. Apresiasi layak diberikan untuk Abang Aka Takengon, walau putri Kopi Gayo masih gagal dinobatkan sebagai Putri Kopi di level provinsi Aceh.
Dibidang sinematografi, dalam tahun 2012 juga muncul gagasan pembuatan film besar layar lebar. Film dengan sutradara Andhy Pulung yang karyanya seperti King (2009), Obama Anak Menteng (2010), Tanah Air Beta (2010) dan sederetan karya lainnya ini mengambil ide cerita keluarga petani Kopi Arabika Gayo. Dia bersama rekannya Jeremias Nyangoen (penulis skrip) dan kameramen Samuel Uneputty telah melakukan observasi di Gayo.
“Cerita tentang kopi dan kehidupan masyarakat Gayo itu film besar, terlebih digarap oleh anak-anak muda Indonesia kreatif,” ujar sang penyair Ibrahim Kadir menanggapi rencana produksi film tersebut seperti diberitakan Lintas Gayo.
Tahun 2012 adalah Tahun Kebangkitan Kopi juga dicetuskan secara tidak langsung oleh para penyair dan seniman Gayo. Fikar W Eda dan Salman Yoga S beberapa bulan ini telah mengumpulkan puisi-puisi tentang Kopi dan segera akan menerbitkan buku Antologi Puisi “Secangkir Kopi” terbitan oleh The Gayo Institute (TGI).
Ervan Ceh Kul, sang musisi muda Gayo ternama dengan album Muniru juga mengaku mendidih darahnya jika bicara kopi Gayo. Dia telah menggarap sejumlah lagu bertema khusus “Kopi”.
Tahun 2012 adalah Tahun Kebangkitan Kopi Arabika Gayo, data primer dan sekunder tentang Kopi Gayo semakin terungkap, teknologi semakin maju, informasi semakin terbuka. Sematkan kata Gayo jika bicara kopi di ujung paling barat pulau ini. Kopi Gayo ya Kopi Gayo dengan 300 citarasanya. Nikmati citarasa kopi sebenarnya, bukan yang grade lapis kedua dan seterusnya. Cita rasa kopi dunia ada di Gayo.
—
*Penikmat Kopi Espresso Arabika Gayo, tinggal di Takengon
Sudah pernah dimuat di http://www.lintasgayo.com/
0 komentar